Sabtu, 07 Juli 2012
punk.....brow
Punk
selalu ditafsirkan negatif, di Indonesia. Seseorang yang berdandan
demikian selalu dicap sebagai perusuh, asosial, pemabuk, bahkan
kriminal. Dalam kerangka berpikir masyarakat kita, dandanan seperti itu
identik dengan anak punk jalanan. Bagaimana pun memang kita tidak bisa
menyalahkan serta merta pikiran semacam itu sebab pikiran lahir secara wajar, secara alami, secara naluriah.
Tidak ada yang bisa menghalangi pikiran dan imajinasi.
Bahkan, diri kita sendiri pun tidak bisa menghalangi apa yang namanya
pikiran dan imajinasi. Suatu pandangan yang telah mewabah bahkan telah
menjadi semacam doktrin terhadap anak-anak kita.
Tentu
saja sepatutnya kita tidak bersikap demikian. Mengecilkan, menganggap
remeh, mencemooh, atau berpandangan picik. Itu semua disebabkan kita
tidak mengetahui apa itu punk sebetulnya. Kita hanya tahu dan itu pun
dari omongan orang yang belum tentu kebenarannya bahwa punk identik
dengan kekerasan, pemberontakan, dan tidak bisa diatur.
Punk sesungguhnya merupakan subbudaya. Punk merupakan jenis musik,
bisa juga ideologi hidup, ideologi dalam bidang sosial dan politik.
Punk lahir di London, Inggris. Punk merupakan gerakan anak muda dari
kaum pekerja yang mengkritik keadaan sosial, ekonomi, politik, ideologi, dan agama yang sedang mengalami kekacauan sehingga meningkatnya tingkat pengangguran dan kriminalitas.
Punk mengkritik melalui lagu-lagu mereka yang berbau sindiran terhadap situasi yang ada dengan lirik yang apa adanya, sederhana, disertai beat notasi yang cepat dan menghentak.
Anak punk jalanan sering mendapat cibiran dari masyarakat
yang merasa lebih baik. Padahal sesungguhnya belum tentu mereka
memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap berbagai permasalahan seperti
anak punk menyikapinya. Gaya anak punk menyalurkan aspirasinya melalui
lagu dirasa tidak menjual atau komersil dan tidak dapat diterima di
masyarakat yang hidup dengan kenaifan.
Itu sebabnya perusahaan-perusahaan rekaman enggan mengorbitkan grup
musik anak punk. Padahal lirik-liriknya mampu menggugah kepeduliaan
masyarakat dari sikap
apatis terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi bangsa. Anak
punk akhirnya tidak mendapat tempat di kalangan masyarakat.
Stasiun televisi
pun enggan menayangkan ekspresi mereka melalui lagu sebab
lirik-liriknya dinilai terlalu subversif. Akhirnya mereka hanya memiliki
media di jalanan dengan cara mengamen. Inilah yang kemudian menyebabkan
mereka disebut sebagai anak punk jalanan.
Saat ini, anak punk jalanan telah mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka merupakan kelompok sosial
yang patut diakui, dihargai, dan terintegrasi dalam lingkungan.
Terbukti, di kota-kota besar, anak punk telah membuat usaha rekaman
sendiri yang lazim disebut dengan indie label.
Mereka merekam lagu-lagu mereka sendiri, mempromosikan dan mendistribusikannya secara sendiri pula melalui media toko kecil komunitas
yang kita kenal sebagai distro. Oleh sebab itu, tak perlu heran jika
distro-distro di kota-kota besar banyak mengedepankan sisi fashion
berbau aliran punk.
Hal tersebut merupakan langkah agresif yang dilakukan anak punk jalanan
untuk merubah stereotip masyarakat dan mengakbrabkan diri dengan
masyarakat.
Lebih dekat dan akrab menjadikan mereka tidak dikecam sebagai pembuat rusuh. Saat ini, fashion, khususnya distro telah identik dengan kreativitas
anak punk yang menunjukkan bahwa anak punk bukanlah berandalan. Mereka
tahu betul dengan pepatah yang menggema di Indonesia: Tak kenal maka tak
sayang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar